Diskalkulia – Kesulitan Anak Mempelajari Matematika
Sewaktu sekolah mungkin diantara kita ada yang mengalami kesulitan terhadap pelajaran matematika, hingga mungkin membenci hal-hal yang berkaitan dengan matematika.
Memang, tidak sedikit orang yang membenci pelajaran
matematika. Karena bagi sebagian orang pelajaran matematika dianggap sebagai
pelajaran yang mematikan. Tidak sedikit orang mengatakan bahwa ketika kita berurusan
dengan soal matematika, akan mengalami rasa pusing ataupun jenuh.
Perlu kita ketahui bahwa seseorang yang merasa kesulitan berhitung atau belajar matematika kemungkinan sebagai pertanda bahwa seseorang mengidap yang disebut dengan “Diskalkulia”. Nah pada halaman ini saya akan membahas tentang apakah Diskalkulia itu?
![]() |
| Diskalkulia |
Pengertian
Diskalkulia
Diskalkulia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Dyscalculia” yang artinya adalah ketidakmampuan berhitung. Berawal dari kata “Dys” yang berarti “ketidakmampuan” dan kata “calculus” berarti “kerikil”,
manik, dekak atau kelereng. Mengapa
kerikil, kelereng, dan lain sebagainya? Karena zaman dahulu orang-orang menghitung menggunakan alat bantu kerikil, maka dari sinilah istilah
diskalkulia berasal.
Jadi, diskalkulia merupakan suatu kondisi berupa kesulitan anak dalam mempelajari
konsep-konsep matematika mendasar (misalnya
penjumlahan), menghafal angka-angka, mengorganisasikan angka, dan memahami
sistem penomoran. (Dilansir
dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia)
Orang yang mengalami diskalkulia biasanya memiliki suatu bakat dan keahlian
dalam bidang seni, karena
memiliki kecenderungan penggunaan
otak sebelah kanan yang mampu mengasosiasikan emosi, pengenalan wajah, dan
menentukan objek dibandingkan penggunaan otak sebelah kiri.
Penyebab
Diskalkulia
Sejumlah ahli memercayai bahwa penyebab diskalkulia adalah
kurangnya pengajaran awal terhadap matematika. Hal ini menyebabkan jalur saraf
yang mereka butuhkan untuk memahami matematika tidak berkembang.
Diskalkulia bisa terjadi dengan sendirinya atau bersamaan
dengan keterlambatan perkembangan dan kondisi neurologis lain yang dimiliki
anak. Oleh sebab itu, seorang anak dianggap memiliki kemungkinan lebih tinggi
mengalami diskalkulia jika memiliki disleksia,
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD), gangguan kecemasan,
atau depresi.
Diskalkulia juga bisa
disebabkan oleh pengaruh faktor genetik, misalnya salah satu dari orang tua mengalami kesulitan belajar
matematika. Selain itu, kelahiran prematur, mengkonsumsi alkohol dan
obat-obatan saat hamil juga berisiko membuat anak memiliki gangguan
diskalkulia.
Jenis-Jenis Diskalkulia
Menurut (Patricia & Zamzam, 2019) beberapa jenis
diskalkulia yaitu:
1. Diskalkulia
kuantitatif, yaitu kondisi dimana siswa
mengalami kesulitan dalam keterampilan menghitung dan mengkalkulasi.
2. Diskalkulia
kualitatif, yaitu kondisi dimana siswa
mengalami kesulitan menguasai keterampilan yang diperlukan dalam melakukan
operasi matematika seperti penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan
akar kuadrat.
3. Diskalkulia
intermediate, yaitu kondisi dimana siswa
tidak mampu untuk mengoperasikan simbol atau bilangan, seperti -, x, ÷, √, dll. Selain itu siswa juga mengalami kesulitan ketika jumlahnya
lebih besar dari 1.000.000 sehingga siswa akan membutuhkan bantuan untuk
memanipulasi atau membacanya.
4. Diskalkulia
verba, yaitu kondisi dimana siswa dapat membaca
dan menulis bilangan akan tetapi mengalami kesulitan dan tidak dapat paham
tentang makna dari bilangan, mengingat nama bilangan, atau mengenali bilangan
ketika diucapkan oleh seseorang.
5. Diskalkulia
practognostic, yaitu kondisi dimana siswa
mengalami kesulitan dalam melakukan
manipulasi sesuatu secara matematis, misalnya apabila membandingkan bilangan ketika melihat mana bilangan yang lebih kecil atau besar dan akan mengalami kesulitan dengan
kuantitas, volume atau persamaannya
(baik secara praktis ataupun sistematis).
6. Diskalkulia
leksikal, yaitu
kondisi dimana siswa
mampu membaca digit secara tunggal, akan tetapi tidak dapat mengingat dalam hal
jumlah yang besar.
7. Diskalkulia
grafis, yaitu kondisi dimana siswa mengalami
kesulitan dalam menulis simbol dan bilangan matematika baik berupa angka,
lambang, dan sebagainya.
8. Diskalkulia
indiagnostik, yaitu kondisi dimana
siswa mengalami kesulitan dalam
mengingat ide atau konsep matematika setelah selesai mempelajarinya, hal
tersebut sangat mempengaruhi
dalam memahami pembelajaran berikutnya.
9. Diskalkulia
operasional, yaitu kondisi dimana siswa
mengalami kesulitan dalam melakukan operasi dan hitungan aritmatika, selain itu
juga memiliki masalah untuk melakukan perhitungan yang membutuhkan memanipulasi
angka dan pemahaman terhadap simbol matematika.
Gejala Diskalkulia pada Anak
Berikut adalah
gejala yang terjadi pada anak
diskalkulia dari masa prasekolah (belum bersekolah) hingga mereka beranjak
dewasa, yaitu saat berada di SMA.
1. Gejala
Diskalkulia pada Anak yang Belum Bersekolah
Anak diskalkulia yang berusia 3-6 tahun akan mengalami
sejumlah gejala, seperti:
- Sulit
mengingat nomor rumah atau nomor telepon.
- Sulit
untuk mencerna suruhan orangtua yang berkaitan dengan angka. Contohnya, saat
orangtua menyuruh mengambil suatu barang sebanyak 5 buah, mereka bisa saja
mengambil benda tersebut kurang atau lebih dari yang diminta.
- Sulit
untuk memahami lamanya waktu, mereka akan merasa sudah berada dalam waktu
tersebut selama berjam-jam, padahal kenyataannya hanya beberapa menit.
- Sulit
untuk menghitung 1-10 dibanding dengan anak seusianya.
- Sulit
untuk menyamai bentuk atau warna benda.
2. Gejala
Diskalkulia pada Anak Sekolah Dasar (SD)
Anak diskalkulia saat memasuki sekolah dasar akan mengalami
sejumlah gejala, seperti:
- Mereka
menghindari permainan dengan angka atau berhitung, seperti monopoli.
- Mereka
kesulitan untuk menulis.
- Mereka
kesulitan membedakan arah, seperti kanan dan kiri.
- Mereka
kebingungan ketika membaca waktu di jam analog.
- Mereka
kesulitan dalam memahami makna kurang dari, lebih dari, lebih kecil, atau lebih
besar.
3. Gejala
Diskalkulia pada Anak Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Anak diskalkulia saat memasuki sekolah menengah pertama akan
mengalami sejumlah gejala, seperti:
- Kesulitan
mengingat skor dari suatu pertandingan atau nilainya sendiri.
- Kesulitan
untuk mengerti seberapa banyak waktu yang telah berlalu hari ini di sekolah.
- Kesulitan
dalam mengerjakan PR matematika, dan pelajaran lain yang membutuhkan kemampuan
berhitung, mengenali arah, estimasi waktu, atau mengukur panjang.
- Kesulitan
dalam menyusun kata-kata.
- Kesulitan
dalam mengingat rumus matematika, dan akan cepat lupa setelah mengingatnya.
4. Gejala
Diskalkulia pada Anak Sekolah Menengah Atas (SMA)
Anak diskalkulia saat memasuki sekolah menengah atas akan
mengalami sejumlah gejala, seperti:
- Kesulitan
memahami jam malam mereka.
- Kesulitan
dalam menghitung pengeluaran dan uang jajan yang mereka miliki.
- Kesulitan
dalam mengira-ngira berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
pekerjaan.
- Kesulitan
mengingat nomor kelas dan jam masuk sekolah.
- Kesulitan
dalam hitungan sederhana. Mereka akan membutuhkan kalkulator untuk menghitung.
Cara Mengatasi
Diskalkulia pada Anak
1. Meyakinkan anak bahwa ia mampu mengerjakan
permasalahan-permasalahan yang ada pada matematika.
2. Membuat
rencana belajar yang
dirancang khusus dan kreatif, serta menarik perhatian anak.
3. Melakukan
latihan konsep matematika dasar secara berulang, misalnya berhitung atau
memahami perbedaan besarnya angka.
4. Melakukan permainan menyenangkan
yang melibatkan matematika.
5. Memberi gambaran yang jelas terkait konsep materi
matematika yang sedang dipelajari sesuai usianya. Misalnya materi menghitung
penjulahan, simbol angka tersebut bisa kita ganti dengan apel, jeruk, dan alat
bantu lainnya.
6. Mengganti simbol-simbol matematika dengan contoh
kehidupan sehari-hari. Misalnya simbol pengurangan (-) bisa kita ganti dengan
kata “pergi” atau hilang, simbol penjumlahan (+) bisa kita ganti dengan kata
“datang”, dan lain sebagainya. Cara ini sangat membantu anak diskalkulia dalam
proses berhitung, memahami arti setiap simbol, dan menghindari istilah-istilah
sulit dalam matematika.
7. Lebih
sering mengaplikasikan keterampilan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber: ejournal.bbg.ac.id, motherandbaby.co.id, halodoc.com, sehatq.com, ruangguru.com, dan manadotoday.co.id.

Komentar
Posting Komentar